
Malut United: “Menang Tapi Dipecat, Kisah Aneh Dari Tanah Rempah”
Oleh ;
Arafik A Rahman (Pecinta sepakbola dan Penulis buku)
SAYA memulai tulisan ini, dengan beberapa pertanyaan yang datang dari langit Gamalama yang cerah. Ia sangat cerah tapi tiba-tiba hujannya deras meski tak ada awan hitam yang membungkus kota Ternate. Pertanyaan itu adalah kenapa pelatih yang mengangkat prestasi dan harga diri Malut United justru dipecat?.
Apa sebenarnya yang lebih penting dari keberhasilan dan kepercayaan rakyat?. Apa penyebabnya semua ini?. sebelum lanjut seruput kopinya dulu, sambil nikmati dengan sebatang Omni.
Di sebuah ruang rapat yang dingin, sedingin cuaca Maluku Utara. Tapi ada yang panas, di meja rapat itu, para manajemen saling aduh argumen dan nurani, diputuskanlah nasib Coach Imran Nahumarury, pria kelahiran Tulehu pelatih Malut United FC. Yang baru saja menorehkan sejarah, yabg membawa klub yang dulu dianggap pelengkap menjadi peringkat tiga besar Liga I Indonesia.
Warga Maluku Utara bersorak, stadion selalu penuh, bahkan kapal-kapal nelayan rela bertambat lebih awal demi menyaksikan laga. Tapi pagi itu, surat pemecatan datang seperti hujan di musim kemarau, tidak logis dan sangat basah oleh ambisi gelap. “Prestasi bukan jaminan,” kata salah satu direksi sambil menyeruput kopi impor. “Yang penting loyalitas. Dan loyalitas itu… ya, pada kami.”
Padahal pelatih ini bukan hanya mengangkat peringkat, tapi juga nama daerah. Wartawan dari Jakarta, bahkan BBC Indonesia, sempat menulis: “Dari Ternate ke Tiga Besar.” Duduk di bangku stadion yang kini kosong, Coach Imran tersenyum getir. “Football is the most important of the least important things in life.” Di antara hal-hal yang dianggap tidak terlalu penting, sepakbola adalah yang paling penting. Kata Carlo Ancelotti.
Kalimat Ancelotti ini menunjukkan paradoks emosional: Sepakbola memang “hanya permainan”, tidak menyelamatkan nyawa atau menghentikan perang. Tapi bagi jutaan orang, ia membawa harapan, identitas, kebanggaan, dan makna hidup membuat mereka merasa hidup.
Di dunia yang sering tak pasti, sepakbola memberikan kepastian kecil, penghiburan, dan kebahagiaan yang luar biasa, meski secara objektif mungkin dianggap sepele. Bahwa sepakbola bukan sekadar bisnis atau laporan keuangan. Ia menyangkut harga diri daerah, emosi publik dan semangat kolektif.
Maka, memperlakukan sepakbola (dan pelatihnya) seperti sekadar pion politik atau proyek dagang, justru menunjukkan kebutaan terhadap makna sejatinya. Pihak manajemen tampaknya lebih menyukai hal-hal yang sangat tidak penting, seperti ego, bisikan agen dan kesepakatan makan malam di restoran mewah ibu kota.
“You have to believe you are the best, and then make sure that you are.” Pesan José Mourinho. “Kamu harus percaya bahwa kamu adalah yang terbaik, lalu pastikan bahwa kamu memang benar-benar menjadi yang terbaik.” Makna dari kalimat ini adalah kombinasi antara keyakinan diri dan usaha nyata.
Tidak cukup hanya percaya diri, keyakinan itu harus dibuktikan dengan tindakan, kerja keras, dan pembuktian di dunia nyata. Ini adalah filosofi tentang mental juara: berani bermimpi besar, lalu bekerja keras untuk mewujudkannya. Kalimat ini sering dikaitkan dengan para atlet elit atau pemimpin sukses yang memahami bahwa kesuksesan dimulai dari pikiran, tapi diwujudkan dengan tindakan.
Coach Imran Nahumarury percaya. Ia yakin. Dan ia membuktikan. Tapi tampaknya, yang diminta bukan pembuktian, melainkan pembungkukan. Selaras dengan kata Pep Guardiola, “A coach is someone who sees beyond your limits and guides you to greatness.”
Seorang pelatih adalah seseorang yang mampu melihat potensi dalam dirimu yang mungkin belum kamu sadari, dan membimbingmu untuk mencapai kehebatan yang sebenarnya. Tapi siapa peduli pandangan, ketika mata manajemen tertutup laporan keuangan dan lamaran pelatih baru yang datang bersama sponsor baru.
Narasi ini, ditulis bukan untuk menggugat, atau semacam protes dari partai politik, “tidak” ini original dari suara dan nurani pencinta Malut United FC. Sebagai penutup kami hanya ingin mengingatkan manajemen, bahwa: sepakbola bukan hanya skor, tapi juga rasa. Dan rasa kecewa masyarakat Maluku Utara ini, nyata adanya. (**)
#Malutunited #Tomaaa