LABUHA, TERBITMALUT.COM — Aktivitas tambang rakyat di Desa Kusubibi, Kecamatan Bacan Barat, Halmahera Selatan (Halsel) kembali menjadi sorotan publik. Setelah sempat dihentikan karena izin dan keselamatan kerja, masyarakat berharap pemerintah memberikan legalisasi dan pendampingan, bukan sekadar penertiban.

Menurut Darman Sugianto, SH., MH, Praktisi Hukum Malut, bahwa fenomena ini harus dibaca dari perspektif konstitusi dan keadilan sosial-ekologis.

“Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bumi, air, dan kekayaan alam harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Penambang rakyat seperti di Kusubibi berhak mendapat pengakuan, pembinaan, dan perlindungan,”ujarnya Selasa, (11/11/2025).

Karena, menurutnya, lebih dari 300 warga Kusubibi menggantungkan hidup dari tambang rakyat, mulai dari penambang, pengangkut, hingga pedagang logistik.

“Mereka tidak minta uang atau bantuan, mereka hanya ingin diakui dan memperoleh izin resmi. Kalau ada aturan, mereka akan siap ikut,”ungkapnya.

Darman juga menekankan pemerintah daerah perlu menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan memberikan Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Selain itu, pelatihan teknis dan pengawasan lingkungan harus menjadi bagian dari program pembinaan.

“Dengan alat yang aman dan pembinaan yang tepat, penambang rakyat akan mengikuti aturan. Negara hadir sebagai fasilitator, bukan penghalang,”tegasnya.

Pendekatan ini, lanjutnya, sejalan dengan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba dan program nasional Artisanal and Small-Scale Mining (ASM). Kemudia, pendekatan represif yang menutup tambang rakyat tanpa legalisasi justru melanggar prinsip keadilan sosial dan ekologis.

“Kalau tambang besar boleh menguasai ribuan hektare, mengapa rakyat kecil dilarang menambang beberapa meter untuk hidup? Keadilan ekologis harus selaras dengan keadilan sosial. Negara wajib berpihak pada isi perut rakyat kecil, bukan semata kepentingan korporasi besar,”terangnya.

Masyarakat Kusubibi berharap Pemkab Halsel segera menetapkan lokasi tambang rakyat sebagai WPR. Dengan legalisasi, pengawasan keselamatan kerja, lingkungan, dan retribusi daerah bisa berjalan tertib.

Maka perlunya tim terpadu yang melibatkan pemerintah daerah, ESDM, akademisi, dan tokoh masyarakat untuk memastikan legalisasi tambang rakyat terealisasi pada 2026.

“Ini bukan soal pemberian hak istimewa, tapi pengakuan konstitusional bagi rakyat kecil yang bekerja keras dari bumi dan mineralnya sendiri,”pungkasnya. (KunMarsy)

Editor : TM

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *