TERNATE, TERBITMALUT.COM — Untuk semua Wakil Kepala Daerah dan pimpinan Kementerian/Lembaga, saya meminta agar memperhatikan kondisi masyarakat serta mempunyai data kemiskinan di tiap-tiap wilayah, sehingga setiap program dan kebijakan yang diambil tepat sasaran.
Hal itu disampaikan Wakil Gubernur Maluku Utara, M. Al Yasin Ali pada saat membuka acara Rakor Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten/Kota se-Maluku Utara tahun 2023 Jumat, (14/7/2023), yang dilangsungkan di Sahid Bella Hotel.
Sebagaimana diketahui, penanggulangan kemiskinan menjadi prioritas Pemprov Malut dalam Rencana Pembangunan Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2020-2024, dan tingkat kemiskinan ditargetkan turun menjadi 6,19 persen.
“Saat ini tingkat kemiskinan Provinsi Maluku Utara 6,32 persen di tahun 2022 dan ditargetkan 6,25% di tahun 2023, ini merupakan target kita bersama. Untuk itu, saya meminta dukungan dan kerjasama dari saudara-saudara (Wakil Bupati/Wakil Walikota dan Pimpinan K/L) agar saling bahu-membahu sehingga target kita bisa tercapai,”pintanya.
Rapat Koordinasi seperti ini lanjutnya, sangat penting untuk dilakukan, hal ini sesuai dengan Permendagri Nomor 53 Tahun 2020 tentang Tata Kerja dan Penyelarasan Kerja serta Pembinaan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia.
“Olehnya itu, Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Malut dan TKPK Kabupaten/ Kota agar secara bersama-sama membicarakan pelaksanaan berbagai program pembangunan, khususnya masalah penanggulangan kemiskinan di daerah,” ungkapnya.
Melalui Rakor ini, diharapkan dapat meningkatkan program-program yang ditujukan kepada masyarakat miskin agar lebih efektif dan efisien. Dengan demikian, masyarakat yang tidak terjangkau mampu mengakses kegiatan produktif yang bersifat formal, dan masyarakat yang masih berada di bawah garis kemiskinan dapat lebih diperhatikan dan dibantu sehingga kegiatan pembangunan dapat juga mereka rasakan manfaatnya.
Wagub yang juga selaku Ketua TKPK Malut menghimbau agar upaya pengentasan kemiskinan berjalan secara sinergis dan berkelanjutan, dilakukan melalui dua sisi secara terpadu yaitu sisi penghidupan masyarakat miskin maupun sisi produksinya.
Dari sisi penghidupan, terutama bagi masyarakat yang miskin kronis atau sulit keluar dari kemiskinan diperlukan upaya–upaya yang secara langsung membantu mereka untuk hidup layak, baik dari sisi pendapatan maupun akses terhadap berbagai pelayanan dasar.
“Untuk itu, Intervensi untuk pengembangan kualitas SDM keluarga miskin juga sangat diperlukan, agar dapat memutus mata rantai kemiskinan yang biasanya turun temurun. Sementara dari sisi produksi, diupayakan agar kelompok pendapatan rendah dapat berpartisipasi dalam kegiatan produktif,”terangnya.
Maka berbagai program penyediaan fasilitas berupa modal usaha dan peningkatan keterampilan penyediaan infrastruktur dasar untuk mendukung perkembangan usaha yang berskala mikro kecil.
“Dengan demikian, masyarakat miskin secara lambat laun akan dapat meningkatkan skala usahanya dan bermitra dengan pelaku usaha lainnya, sehingga mampu keluar dari garis kemiskinan,” tambahnya.
Sementara Kepala Bappeda Malut, M. Sarmin S. Adam dalam sambutannya mengatakan bahwa, kemiskinan masih merupakan tantangan besar bagi proses pembangunan Indonesia.
Maka, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024, pada akhir periodesasi, telah menargetkan kemiskinan menurun hingga pada level 7 sampai 6,5 persen.
Sinergi dengan prioritas Nasional tersebut, lanjutnya, Pemprov Malut juga telah menempatkan persoalan penanggulangan kemiskinan sebagai bagian integral dalam pembangunan daerah dengan target sebesar 6,19 persen pada akhir periodesasi RPJMD 2020-2024.
“Bahkan komitmen komunitas global melalui Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGS –Sustainable Development Goals), telah menempatkan kemiskinan pada Tujuan/Goals 1, agak prioritas tentunya, dengan pernyataan tujuan yang agak ambisius, yakni tanpa kemiskinan, tidak ada kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh penjuru dunia pada 2030,”ucapnya.
Sehingga kemudian, ada pendapat bahwa kemiskinan timbul karena adanya ketimpangan dalam kepemilikan alat produksi, bahwa kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan tertentu dalam suatu masyarakat.
Bahkan kemiskinan juga diartikan sebagai ketidakberdayaan sekelompok masyarakat di bawah suatu sistem pemerintahan yang menyebabkan mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Yang terakhir ini lebih dikenal sebagai kemiskinan struktural.
“Kenyataan menunjukkan bahwa kemiskinan tidak hanya terkait dengan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan material dasar, tetapi kemiskinan juga terkait erat dengan beragam dimensi lain kehidupan manusia, misalnya kesehatan, pendidikan, jaminan masa depan, dan peranan sosial,”ungkapnya.
Oleh sebab itu, kemiskinan hanya dapat dipahami secara utuh apabila dimensi-dimensi lain dari kehidupan manusia juga diperhitungkan. Kita (Pemerintah) kemudian mengukur kemiskinan, dengan mengadaptasi Badan Pusat Statistika (BPS), yang menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).
Dikatakannya, Konsep ini mengacu pada Handbook on Poverty and Inequality yang diterbitkan oleh World Bank. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
“Penduduk dikategorikan sebagai penduduk miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan,”jelasnya.
Sarmin melanjutkan, bahwa forum ini dilaksanakan berdasarkan amanah Peraturan Presiden nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dan Permendagri 53 Tahun 2020 tentang TKPK Provinsi dan Kabupaten/Kota, yang mengisyaratkan perlunya langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu dan menyeluruh, dalam rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak melalui pembangunan inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk mewujudkan kehidupan yang bermartabat.
Untuk hal tersebut menurutnya, setiap daerah diarahkan agar memantapkan upaya percepatan yang terkoordinasi melalui Tim Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) di daerah. Dimana harapan besarnya, TKPK Provinsi maupun Kabupaten/Kota mampu mendukung proses perencanaan dan penganggaran yang dapat mendukung efektivitas penanggulangan kemiskinan dan mampu melakukan koordinasi dan pemantauan program penanggulangan kemiskinan di daerah, serta menyampaikan laporan hasil koordinasi secara berjenjang Kabupaten/kota Provinsi hingga Nasional.
“Perlu disampaikan pada forum ini bahwa sebagai rangkaian dari kerja-kerja TKPK Provinsi selain forum ini, juga dilaksanakan penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah (RPKD) Provinsi Maluku Utara 2020-2024, dan Rencana Aksi Penanggulangan Kemiskinan yang tahunan (Tahun 2023), juga akan dilaksanakan bimtek pemantauan dan evaluasi yang mempelajari khusus diagnosis kemiskinan dengan alat analisis yang harapan besarnya akan dipandu langsung oleh TNP2K, serta kerja lintas program yang langsung dikelola Perangkat Daerah unsur TKPD,”tambahnya.
Peserta forum ini terdiri dari ketua dan unsur anggota TKPK Provinsi dan Kabupaten/kota, stakeholder dan para pengelola program yang tersebar pada Perangkat Daerah yang sekaligus mengeksekusi instrumen utama penanggulangan kemiskinan, dimana Strategi Penanggulangannya dibagi menjadi dua bagian besar.
Pertama melindungi keluarga dan kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan sementara, dan kedua, membantu masyarakat yang mengalami kemiskinan kronis dengan memberdayakan dan mencegah terjadinya kemiskinan baru.
Strategi tersebut kemudian dituangkan dalam tiga program yang langsung menyasar penduduk miskin yaitu, penyediaan kebutuhan pokok, pengembangan sistem jaminan sosial, dan pengembangan budaya usaha. Disamping tentunya, penduduk miskin mempunyai strategi sendiri untuk menanggulangi kemiskinannya.
“Sejatinya ikhtiar ini telah kita lakukan, dan semoga kekhawatiran akan kemiskinan ini, yang tercermin dari berbagai dampaknya bisa dihindari. Setidaknya seperti lirik lagu Hamdan ATT makan sepiring berdua, atau tidurpun sekitar bersama dan kalaupun ini yang terjadi setidaknya dalam suasana cinta dan bahagia. Oleh karena kita dikonfirmasi BPS sebagai Provinsi paling bahagia di Indonesia,”pungkasnya.
Bahwa bersamaan pelaksanaan forum ini Saya tentunya memberi apresiasi kepada Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, atau yang mewakili, Bapak Syafrizal, yang telah turut ambil bagian, di tengah-tengah restrukturisasi lembaga TNP2K di tingkat Pusat.
“Harapan besarnya, arahan dan bimbingan tentunya lebih intens ke Maluku Utara sekaligus mengarahkan program dan layanan guna memenuhi target penanggulangan kemiskinan, baik Daerah, Nasional maupun global,” tutupnya. (**)
Penulis : Sukur
Editor : Redaksi