ads

TERNATE,TERBITMALUT.COM — Akademisi Universitas Khairun, Sudaryanto, menyoroti Pernyataan  Kordiv Hukum dan Penyelesaian Sengketa (HPS) Bawaslu Maluku Utara, Suleman Patras, atas warning yang disampaikan agar kepala daerah tidak lagi melakukan rolling jabatan enam bulan jelang dimulainya tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Hal ini membuat Sudaryanto merasa keliru atas Pernyataan Suleman Patras, karena, merujuk pada Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada, larangan penggantian pejabat itu terhitung 6 bulan sebelum penetapan calon.

Bukan 6 bulan sebelum tahapan dimulai pada bulan September 2023 dan berdasarkan UU Pilkada, Pilkada Serentak rencananya akan dilakukan pada tanggal 27 November 2024.

“Sehingga diasumsikan tahapan penetapan calon dilakukan empat bulan sebelum pemungutan suara, berarti 6 bulan sebelum 27 November yakni 27 Juli, berarti larangan penggantian pejabat efektif berlaku sejak 27 Januari 2024,”katanya kepada Terbitmalut.com Jumat, (4/8/2023).

Menurutnya, apa yang disampaikan Kordiv HPS bahwa Tahapan Pilkada dimulai pada Februari 2024 juga tidak berdasar, mengingat hingga saat ini belum ada PKPU tentang tahapan Pilkada Serentak 2024.

“Pernyataan ini jelas melangkahi kerja-kerja Penyelenggaraan pemilihan oleh KPU. Bagaimana mungkin Bawaslu Malut menentukan Jadwal PIlkada yang belum ditentukan oleh KPU RI,” ucapnya.

Lanjutnya, pernyataan Suleman Patras sebagai Komisioner Bawaslu Malut ini, menyesatkan publik, dan potensial menggerus kewenangan kepala daerah untuk melakukan pejabat yang diatur dalam UU Pemda dan ASN.

Maka saya hanya berharap agar Kordiv Hukum ini tidak ditunggangi oleh pihak tertentu, dan murni itikad baik yang bersangkutan untuk melaksanakan tugasnya sebagai pengawas pemilu”,ungkapnya.

Dosen Fakultas Hukum Unkhair itu juga menyarankan agar, Suleman Patras, lebih jeli mempelajari dan memahami terlebih dahulu UU Pilkada, bukan membuat pernyataan atas nama lembaga yang serampangan.

Konsekuensinya, pernyataan ini potensial sebagai bagian dari pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu berupa tindakan yang tidak profesional (unprofessional conduct).

“Bila yang bersangkutan tidak melakukan permohonan maaf kepada publik Maluku Utara/meralat pemberitaannya, maka kami dapat melaporkan yang bersangkutan pada DKPP,”tambahnya (**)

Penulis : Uku

Editor : Sukur 

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *