DARUBA, TERBITMALUT.COM — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditantang oleh Badan Pengurus Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa Morotai (BP-Hippmamoro) Maluku Utara, untuk mengambil alih sejumlah kasus dugaan kuat korupsi di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara.
Ketua BP-Hippmamoro Malut, Iffandi Pina, mengatakan, saat ini publik Morotai masi dengan keraguan atas lembaga antikorupsi tersebut seperti kedatangan rombongan KPK di Maluku Utara. Berapa Minggu lalu hingga kini, yang katanya, tidak sekedar melakukan supervisi, tetapi lebih dari itu, yakni melakukan penindakan.
Meski begitu, sambung Iffandi, tentu kita mengapresiasi langkah-langkah KPK dalam operasi senyap untuk penanganan kasus korupsi di daerah ini. Seperti OTT dan ditetapkannya tersangka di seputaran jajaran Pemprov termasuk Gubernur Maluku Utara salah satunya.
Namun, jika KPK hanya membidik jajaran Pemprov hari-hari seperti memberi pesan pada kita semua bahwa langkah-langkah tersebut hanyalah sebagai proses kriminalisasi dan KPK menjadi lokomotif politik yang penuh intrik politisasi hukum. Meskipun jajaran Pemprov yang ditangkap terbukti bermasalah.
Kenapa?. Karena, bisa saja permasalahan korupsi tidak hanya dilakukan oleh beberapa oknum di jajaran Pemprov tetapi juga mungkin dilakukan oleh seputar pejabat di level Kabupaten/Kota di Maluku Utara.
“Kami kira KPK mestinya juga menyelami hingga ke kabupaten-Kota termasuk Pulau Morotai. Karena korupsi bukan sekadar soal jumlah nominal, tapi lebih dari itu, adalah merembesnya perilaku buruk kepada semua kalangan birokrasi jika tak dihentikan,”ucapnya kepada Terbitmalut.com Minggu, (31/12/2023).
Oleh karena itu, kami atas nama PB-Hippmamoro mendesak sekaligus menantang KPK untuk segera menelisik beberapa kasus yang diduga terjadi di Kabupaten Pulau Morotai. Diantaranya, anggaran operasional BUMDES Rp. 19 miliar tahun 2019, dana vid 19 sekitar Rp. 5.7 M dan Fiberglass Rp. 2 miliar di Periode Benny-Asrun 2017-2022.
“Sebab saat itu, ada dugaan kuat perbuatan melawan hukum signifikan terjadi. Namun hingga kini, pihak berwajib seperti Kepolisian dan Kejaksaan Kepulauan Morotai nyaris mengabaikannya. Untuk itu kita tidak bisa diharapkan dan diandalkan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di Morotai. Publik justru telah ragu dengan integritas dan komitmen kedua lembaga tersebut,”ungkapnya.
Menurutnya, kasus dugaan kuat tindak pidana korupsi (Tipikor) terkait Dana penanganan Covid 19, yang meliputi insentif nakes, makan minum pasien dan sewa hotel kala itu sepertinya menguntungkan oknum pejabat di masa itu. Kenapa?. Karena, tempat penampungan pasien yang disewa meliputi hotel Molokai milik Bupati di masa itu, juga hotel Perdana milik Kabag protokoler di masa itu.
“Kemudian juga terkait proyek Fiberglass senilai Rp.2 miliar juga perlu diambil alih oleh KPK karena sejauh ini penangan dugaan korupsi tersebut yang melibatkan PLT Sekretaris Daerah Kabupaten Pulau Morotai Suryani Antarani tak kunjung diselesaikan oleh Kejaksaan Kepulauan Morotai,”jelasnya.
Tidak hanya itu, anggaran operasional Pj Bupati Morotai M. Umar Ali mencakup Rp3,2 miliar juga patut dipertanyakan. Karena anggaran tersebut ditutupi oleh Bagian Umum Setda Morotai, seolah anggaran perjalanan dinas Pj Bupati berkisaran Rp. 1 miliar.
Belum lagi, soal operasional masyarakat Morotai Rp. 800j juta tahun anggaran 2023 kiranya juga ditelusuri. Masyarakat siapa yang telah dibantu, dari desa mana, tujuan kemana beserta bukti-bukti. Apa mungkin anggaran tersebut benar habis dipakai karena dibantu ke masyarakat atau habis karena masyarakat banyak tidak tahu-menahu soal anggaran bantuan tiket untuk masyarakat tersebut? Diperjelas.
“Maka Kondisi ini tidak boleh didiamkan oleh KPK, tidak boleh dibiarkan. Kami meminta KPK segera ke kabupaten Pulau Morotai,”ajaknya. (**)
Editor : Uku