ads
ads

Catatan Kecil “Halmahera Tengah Dalam Lintasan Sejarah”

Oleh

Abd. Rahim Odeyani (Tokoh Masyarakat Halmahera Tengah)

 

Fase Tahun 2000 – 2004

PROSES perjuangan pemekaran Kabupaten Maluku Utara menjadi Kabupaten Halmahera Utara, Halmahera Selatan, Kepulauan Sula, kemudian Halmahera Tengah menjadi Kabupaten Halmahera Timur, Kota Tidore Kepulauan dan Weda ditetapkan sebagai Ibu kota Kabupaten Halmahera Tengah mendapat respon positif dari pemerintah Pusat dan DPR RI melalui diterbitkannya UU No. 1 Tahun 2003.

Dalam perspektif Negara Hukum, berlakunya suatu Peraturan Perundang undangan termasuk berlakunya UU No.1 Tahun 2003 harus memberikan Kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum, sebagaimana tujuan hukum itu sendiri.

Saat itu ada sebagian Anggota DPRD dan Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah  (2003 – 2004) memiliki tafsir lain, bahkan masih mencari celah agar Halmahera Tengah masih tetap bertahan di Pulau Tidore, padahal seluruh Kabupaten dan Kota yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 2003, semuanya telah diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 31 Mei Tahun 2003, bertempat di lapangan Ngaralamo (Salero) Ternate, dan sejak saat itu pula seluruh pelayanan pemerintahan dan pembangunan secara berangsur angsur mulai berjalan di Ibukota Kabupaten/Kota masing-masing kecuali Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah.

“Halmahera Tengah saat itu bagaikan seperti seorang Ibu yang mengandung dan melahirkan seorang bayi tetapi bapaknya tidak bertanggung jawab”

Salah satu kelemahan dari UU No. 1 Tahun 2003 adalah, tidak adanya Pasal yg mengatur soal Frasa Perubahan Nama Kabupaten Halmahera Tengah dan Frasa Perpindahan, berbeda dengan nama Kabupaten Halmahera Barat, walaupun tidak dicantumkan dalam judul UU No. 1 Tahun 2003 tetapi dalam Pasal 9 sangat jelas menyebutkan bahwa dengan terbentuknya Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, dan Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Maluku Utara diubah namanya  menjadi Kabupaten Halmahera Barat, dan ibu kotanya dipindahkan dari Ternate ke Jailolo.

Sedangkan untuk Halmahera Tengah hanya menyebutkan Ibukota Kabupaten Halmahera Tengah berkedudukan di Weda sebagaimana pada Pasal 12 ayat 5.

Fase Perpindahan DPRD dari Soasio ke Weda (Periode 2005 – 2008)

Sejak 2003 sampai tahun 2004, sejarah perjuangan itu kembali digelorakan,  gelombang demonstrasi kembali dilakukan, baik oleh Mahasiswa bertempat di kantor Bupati di soasio maupun masyarakat Halmahera Tengah bertempat di Kota weda, bentuk dan jenis pergerakan itu mulai dari mogok makan dan boikot kantor Camat dan seterusnya. 

Waktu pun berlalu, Hasil Pemilu Tahun 2004 melahirkan terpilihnya anggota DPRD asal Weda, Patani dan Gebe. DAN proses peresmian anggota DPRD di periode itu mengalami pertentangan dan tarik menarik yang cukup sengit, Pemda dan sebagian pihak mau berlangsung di Soasio Tidore dan sebagian besar anggota DPRD terpilih mau berlangsung di Weda, alhamdulillah pada akhirnya proses pelantikan bisa di laksanakan di Kota Weda.

Pasca peresmian, DPRD yang membentuk 2 (dua) Panitia Khusus (Pansus) yaitu Pansus tentang Pasca Tambang Gebe dan Pansus tentang perpindahan aktivitas Pemerintahan dari Soasio ke Weda.

Selama kurun waktu 1 tahun Pansus bekerja mulai dari tatap muka dengan Masyarakat Kota Weda, melakukan inventarisasi Gedung, bangunan milik pemerintah di kota weda dan rumah rumah warga yg akan di gunakan sebagai aktifitas perkantoran sementara maupun melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan komisi 2 DPR RI, selanjutnya pada tanggal 15 Agustus tahun 2005, DPRD melakukan Rapat Paripurna dan menetapkan seluruh aktifitas pemerintahan yang berhubungan dengan DPRD, di laksanakan di kota weda. 

Selama kurun waktu 4 tahun, (Periode 2005 – 2008), DPRD dan Pemerintah Daerah terus memacu infrastruktur pembangunan, mulai dari Pembangunan Kantor Bupati, Kantor DPRD, Perumahan DPRD, Perumahan Eselon dua, Kantor Dinas/ Badan (Lokasi Kilometer tiga), pembangunan Perumahan PNS (Saat ini menjadi Desa Wedana), Pasar Weda dan Infrastruktur pendukung lainnya. 

Ekspektasi Pembangunan infrastruktur yang di pacu saat itu, tidak berjalan sebagaimana yang di harapkan, karena keterbatasan Pendanaan pendapatan daerah (APBD) yang relatif kecil maupun sebagai Kabupaten Induk harus membiayai aktifitas pemerintahan Kota Tidore Kepulauan dan Kabupaten Halmahera Timur selama kurun waktu beberapa Tahun berjalan. Hal ini harus dilakukan karena semata-mata untuk melaksanakan amanat  Peraturan Perundang undangan dan untuk mewujudkan rentang kendali dan memperpendek pelayanan pemerintahan dan pembangunan kepada masyarakat.  

Fase Perpindahan Pemda di ke Weda Periode 2008 – 2017

Tepatnya tanggal 15 Januari Tahun 2008, Bupati terpilih hasil Pilkada 2007 Secara Resmi mengumumkan kepada seluruh perangkat daerah agar semua aktifitas Pemerintahan berlangsung di weda.

Weda, sebagai sebuah Kecamatan kecil yang memiliki sejarah panjang seperti pusat pemerintahan di zaman kolonial Belanda (HPB/KPS) , sekaligus sebagai Pusat strategi dan komando panglima Mandala Jenderal Soeharto dalam melakukan ekspansi ke Papua (Perjuangan Irian Barat), relatif kurang memiliki infrastruktur pemerintahan sebagaimana layaknya sebuah ibu kota Kabupaten.

Dengan segala macam kekurangan dan keterbatasan infrastruktur, Pemda dan DPRD memulai pelaksanaan aktifitas pemerintahan, pelayanan kemasyarakatan dan pembangunan sambil memacu infrastruktur lainnya dalam rangka menopang aktifitas pemerintahan saat itu.

Fase Periode 2017 – 2022

Pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan terus di gelorakan di setiap periodesasi Kepemimpinan di daerah ini. Problem pembangunan di Halteng harus di potret secara menyeluruh (totalitas) dan tidak bisa parsial, apa yg menjadi masalah dan tantangan kita di era 15 tahun  sebelumnya dan apa yang menjadi tantangan dan masalah kita di era saat ini maupun di 5 tahun ke depan.

Tantangan kita saat itu adalah masih kurangnya infrastruktur pendukung seperti jalan, penataan kota weda, listrik, kebutuhan air bersih, sarana telekomunikasi, akses pelayanan kesehatan, pendidikan, ekonomi dan pelayanan publik lainnya, semua itu dilakukan dalam upaya menaikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sekaligus mendorong agar tingkat kemiskinan dari tahun ke tahun terus menurun.

Fase Transisi Pemerintahan Periode 2022 – 2024

Kini, daerah ini sudah berusia 33 Tahun dan 15 Tahun perpindahan aktifitas dari Soasio ke Weda, mulai berkembang, capaian infrastruktur dasar relatif sudah mulai terlihat dan dirasakan oleh masyarakat, meskipun begitu, masih banyak infrastruktur yang perlu kita siapkan. Di sisi yg lain kita masih di diperhadapkan dengan angka kemiskinan yg relatif presentasinya masih berada di angka 12 % atau setara dengan 6,93 ribu jiwa.

Presentasi ini tentu tidak turun begitu saja tanpa ada upaya yang di lakukan oleh Pemerintah dan DPRD karena itu Saya setuju, bahwa dalam masa transisi ini, Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah  mendorong beberapa program prioritas sebagai langkah penyempurnaan dari program sebelumnya, salah satunya adalah melakukan terobosan dengan menurunkan angka kemiskinan dari 12 % ke 6 % (Kutipan Pidato Pj. Bupati dalam perayaan Hari Ulang Tahun ke 33 Halmahera Tengah). 

Selamat bertambah usia Yang  ke 33 Tahun Negeriku, semoga Semakin berkah Negeriku dan semakin sejahtera Warganya”. (**) 

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *