ads
ads

“Rumah Sakit Pratama: Keadilan bagi Masyarakat Loloda”

Oleh:

Renaldi M. Larumpa, S.H.,M.H.,C.PS 

 

SEPINTAS menilik hiruk pikuk perdebatan atas kebijakan diskriminasi (bagi masyarakat loloda) perihal pemindahan lokasi pembangunan RS. Pratama Loloda yang telah menjadi wilayah pilihan untuk didirikan rumah sakit tersebut yaitu tepatnya di Desa Jano, Kecamatan Loloda, namun kemudian dipindahkan oleh Pemda Halbar ke Desa Soana Masungi, Kecamatan Ibu.

Pembangunan pondasi hampir 10% di Kecamatan Ibu adalah salah alamat yang di sengaja. Pasalnya, hal itu tanpa menunggu persetujuan dari Pemerintah Pusat atas permohonan pemindahan lokasi RS. Pratama yang sumber anggaran dari DAK Tahun 2024 Kementerian Kesehatan RI.

Dalilnya, lokasi lebih strategis dan mengefektifkan jarak akses serta fasilitas kesehatan pendukung di Kecamatan Loloda hanya 3 Puskesmas dibanding Kecamatan Ibu ada 7 Puskesmas.

Kebijakan tersebut menuai protes dari masyarakat loloda yang rindu akan keadilan (pemenuhan fasilitas kesehatan). Pada akhirnya Pemerintah Pusat (melalui Kementerian Kesehatan RI) menolak permohonan pemindahan lokasi tersebut. Kebijakan problematik ini menjadi menarik dan bermakna bila dikaji dalam perspektif Teori Keadilan Sosial dari (John Rawls).

Keadilan dan Kebutuhan Dasar

Melihat fenomena keadilan pembangunan di Loloda yang pasif, mempertanyakan jiwa keadilan sosial yang dikehendaki bangsa ini. Jiwa ini kemudian di eksplanasi dalam teori keadilan sosial menurut Rawls. Menurutnya, keadilan adalah terpenuhinya hak yang sama terhadap kebebasan dasar yang sesuai dengan kebutuhan dasar masyarakat dalam tulisan Prof. Eddi tentang teori keadilan John Rawls pada buku Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Rajawali Pers: Depok, 2023, h. 176).

Berdasarkan teori keadilan, terkait kebutuhan mendasar sebagai tolak ukur keadilan yang ditegaskan Rawls, kebutuhan itu yang mendasari adil atau tidaknya masyarakat loloda menikmati pembangunan fasilitas kesehatan. Dimana bidang utama keadilan adalah struktur sosial masyarakat, yang memiliki hak-hak dasar (John Rawls, A _Teory of Justice,_ London: Oxford University, 1973, h. 24).

Hak-hak dasar ini adalah kebutuhan pokok (primary goods) yang merupakan hak asasi dari masyarakat Loloda (hak untuk hidup bebas, pelayanan kesehatan, pendidikan, pembangunan, kesejahteraan dan lainnya). Bagi Loloda pembangunan fasilitas kesehatan adalah salah satu hak asasi masyarakat loloda.

Bukan berarti wilayah lain (yang ada di Halbar) tidak punya hak yang sama dengan masyarakat Loloda, tetapi dalam hal kebutuhan, maka sudah pasti Loloda lebih butuh dengan sejumlah fakta ketertinggalan pembangunan di Loloda. Oleh sebab itu untuk menghindari konflik sosial, maka keputusan moral dari Pemda Halbar dinilai dengan rasa keadilan sosial yang berdasarkan kebutuhan masyarakat. Agar, Loloda menjadi lokasi yang layak dibangunnya RS. Pratama sebagai wujud sisa-sisa keadilan sosial yang nyaris sirna.

Legitimasi Hukum dan Pembangunan

Lokasi Loloda mendapatkan persetujuan dari masyarakat dan Kementerian Kesehatan RI yang terkoordinasi terpadu dengan Pemda Halbar melalui uji kelayakan teknis berdasarkan laporan tim verifikasi lapangan dari perwakilan Kementerian. Legitimasi ini juga berdasar pada Pasal 28H dan Pasal 34 Ayat (3) UU Dasar 1945, Pasal 19 UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Pasal 4 PP 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan.

Sehingga, Rs. Pratama punya keabsahan yang tidak bisa diubah sepihak dari Pemda Halbar terkait pemindahan lokasi. Selain daripada itu, dalam hal pembiayaannya apabila tidak dijalankan, maka Pemda Halbar menyalahi aturan Pasal 48 PP No. 37 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah, Permen No. 25 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik.

Melihat peluang itu, hadirnya RS. Pratama di Loloda menjadi harapan baru yang dapat membuka sejumlah peluang berkembangnya pembangunan lainnya di Loloda. Menurut Dr. Adon N. Jamaludin dalam bukunya Sosiologi Pembangunan (CV. Pustaka Setia: Bandung, 2016, h. 5) bahwa pembangunan adalah perubahan ke arah yang lebih baik dan lebih maju dari sebelumnya dalam beberapa aspek kehidupan. Dalam konteks ini, pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab bersama untuk mewujudkan pembangunan bagi daerahnya dengan mencari solusi strategis (setiap masalah harus dicari jalan keluarnya (Finis rei attendendus est).

Berdasarkan asas umum pemerintahan yang baik, Pemda wajib memenuhi pembangunan lainnya (fisik, ekonomi, pendidikan, politik, sosial budaya dan moral) untuk penyeimbang pelayanan kesehatan. Dalam pandangan teori imperialisme tentang pembangunan, Loloda sudah saatnya keluar dari jeruji ketertinggalan yang selama ini dibungkam oleh sikap neo-kolonialisme melalui sela-sela kebijakan Pemerintah Daerah. (**)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *