Oleh
Rudy Iskandar (Kepala Seksi Pencairan Dana KPPN Ternate)
MULAI akhir tahun anggaran 2023 Kementerian Keuangan menerbitkan regulasi tentang mekanisme Pelaksanaan Anggaran atas Pekerjaan yang Belum Diselesaikan pada Akhir Tahun Anggaran dalam bentuk Beleid Peraturan Menteri Keuangan Keuangan Nomor 109 Tahun 2023.
Pertimbangan dari regulasi tersebut untuk menjaga prinsip pembayaran setelah barang/jasa diterima serta mendukung optimalisasi dan efektivitas pelaksanaan anggaran yang belum diselesaikan pada akhir tahun anggaran, dengan membuka Rekening Penampungan Akhir Tahun Anggaran (RPATA) untuk menampung dana dalam rangka penyelesaian pekerjaan pengadaan barang/jasa.
Prinsip pembayaran atas beban APBN dilaksanakan setelah barang/jasa diterima, sehingga dilakukan penyempurnaan tata cara pembayaran pada akhir tahun anggaran dimana tahun-tahun sebelumnya menggunakan bank garansi sebagai jaminan. Mekanisme Bank Garansi meskipun sudah dilaksanakan cukup lama dan telah dilakukan berbagai penyempurnaan namun demikian belum dapat menghilangkan resiko terlambat pencairan atau bahkan tidak dapat dicairkan bank garansi (hilang/palsu/berkurangnya uang negara).
Tuntutan eksistensi KPPN sebagai kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) lebih mengedepankan tugas analisis berbasis data dan mendukung Kanwil DJPB sebagai Regional Chief Economist (RCE), sehingga tugas yang berisiko (terjadi hilang/berkurangnya uang negara) dan bukan merupakan tupoksi utama harus diganti dengan tugas yang lebih baik. Mekanisme rekening penampungan lebih mencerminkan belanja negara yang efektif dan pengelolaan kas Negara yang efisien dan prudent, sesuai dengan best practices.
Data pelaksanaan anggaran atas proyek APBN di lingkup wilayah kerja KPPN Ternate sampai dengan 25 Desember 2023, terdapat 34 satker yang memanfaatkan pengajuan tagihan akhir tahun melalui konsep RPATA dengan 99 kontrak dan dengan nilai penampungan dana sebesar Rp137,46 MIliar. Artinya satker meminta mencadangkan dana karena kontrak sedang dalam tahap penyelesaian sampai dengan tanggal 31 Desember 2023. Nanti pejabat perbendaharaan di satker melakukan pembayaran kepada penyedia atas penyelesaian pekerjaan atau prestasi yang dilakukan. Ataupun penilaian dana atau pengembalian ke kas negara apabila terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh penyedia.
Sekarang Bagaimana dengan pelaksanaan di Pemerintah Daerah? bahwa konsep prinsip pembayaran setelah barang/jasa diterima serta mendukung optimalisasi dan efektivitas pelaksanaan anggaran yang belum diselesaikan pada akhir tahun anggaran juga berlaku untuk pelaksanaan APBD. Dan setiap akhir tahun setiap kepala daerah menerbitkan aturan pembayaran di akhir tahun agar tujuannya tagihan kepada pemda dapat dibayar tepat waktu, khusus terkait tagihan kontraktual dengan tanggal akhir kontrak 31 desember 2023 maka dinas dapat membayar sebesar progress prestasi pada batas akhir pengajuan SPM kontraktual ke BPKAD dan sisanya dibayar dengan mekanisme tunggakan dengan anggaran tahun depan atau membayar penuh dengan bank garansi, dengan kata lain proyek di APBD telah menggunakan Bank Garansi atau Jaminan Pembayaran atas penyelesaian pekerjaan akhir tahun.
Jika kita memperhatikan kondisi-kondisi tersebut pada akhir tahun yang jamak terjadi dan berulang setiap tahun maka setidaknya pemerintah daerah dapat mengadopsi beleid tersebut dengan mendapat manfaat setidaknya antara lain penyedia pada dinas-dinas atas kontrak pengadaan barang/jasa daerah dapat tidak perlu repot-repot mengurus bank garansi akhir tahun sehingga dapat fokus ke penyelesaian pekerjaan, resiko finansial baik di dinas, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) yang ditunjuk sebagai Bendahara Umum di Pemda, resiko material menjadi hilang dengan tidak menyimpan Bank Garansi atau potensi bank garansi, berikutnya terjadi kepastian pembayaran atas proyek yang pekerjaan sedang dalam pengerjaan atau terjadi gap antara batas akhir pengajuan SPM/tagihan dan batas akhir kontrak yang bertepatan dengan tanggal akhir tutup tahun, selain itu juga anggaran tahun depan tidak dibebani oleh proyek-proyek tunggakan yang belum ada dananya di tahun depan.
Sehingga sangat layak penerapan RPATA dari pelaksanaan pencairan dana APBN untuk satker pusat yang dapat dijadikan dapat dicontoh dan menjadi model pengelolaan akhir tahun dan apabila diterapkan di daerah maka perlu kriteria:
Pertama, Regulasi dan teknis proses sudah disiapkan secara matang sehingga celah aturan tidak menimbulkan multi tafsir baik dari sisi penyedia atau dinas.
Kedua, Pengaturan teknis dari sisi sistem aplikasi memberikan monitoring dan membantu pencatatan dan pengelolaan kas sehingga dapat menghasilkan laporan yang akuntabel
Yang terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah menghilangkan moral hazard atau penyalahgunaan dana kas penampungan yang telah dialokasikan untuk penyelesaian proyek tertentu agar resiko gagal bayar atau ketidaktepatan waktu dapat dihindari.
Secara umum pengelolaan APBN dan APBD memiliki model siklus dan pengaturan yang hampir sama, namun pilihan kebijakan di Tingkat teknis mungkin ada perbedaan. Namun penerapan RPATA pada pengelolaan keuangan di Pemda baik propinsi, kabupaten/kota tidak melanggar ketentuan prinsip pengelolaan keuangan negara bahwa pembayaran dilakukan setelah barang/jasa diterima.
Disclaimer merupakan pendapat penulis dan tidak terkait dengan kebijakan organisasi.**