ads
ads
ads

“Elang yang Tak Patah Sayapnya”

Oleh: M. Syarief Albaar (Orang Maluku Utara) Penulis merupakan Alumni Universitas Negeri Manado yang saat ini menjabat di salah satu organisasi Kepemudaan berbasis Kreatif di Ternate

DALAM politik, prasangka adalah hal biasa. Bahkan kadang dianggap bagian dari permainan. Tapi ketika prasangka datang bertubi-tubi, terus-menerus, bahkan saat kerja sedang dijalankan dengan serius, itu bukan lagi sekadar dinamika itu sudah menjadi beban. Edi Langkara, mantan Bupati Halmahera Tengah, tahu betul soal ini. Ia menghadapi bukan satu atau dua, tapi ribuan prasangka sejak pertama kali menjabat. Padahal, jika publik mau menilai secara jujur, masa kepemimpinan Edi Langkara di periode pertamanya adalah masa yang penuh kerja. Infrastruktur desa dibuka, program petani dijalankan, dan tata kelola pemerintahan mulai dibenahi. Tapi nyaris setiap langkah itu dibayangi keraguan, komentar sinis, dan tudingan. Sebagian hanya karena ia tidak dekat dengan para pembuat gaduh.

Edi Langkara tidak banyak bicara. Ia tidak gemar tampil di media untuk menjelaskan atau membela diri. Ia memilih bekerja. Mungkin itu yang membuat sebagian orang merasa tidak nyaman karena mereka tidak bisa membaca arah langkahnya dengan mudah. Padahal, yang ia lakukan bukan untuk pencitraan. Ia hanya menjalankan mandat.

Namun dalam politik, diam bisa dianggap menyimpan sesuatu. Tegas bisa disalahartikan sebagai keras kepala. Sementara keputusan yang rasional bisa diterjemahkan sebagai kepentingan pribadi. Begitulah Edi Langkara dihadapkan pada kenyataan bekerja dalam sunyi tapi disorot dalam kecurigaan.

Dan ketika ia maju kembali dalam pilkada untuk periode keduanya, prasangka itu belum hilang. Bahkan sebagian sengaja dikuatkan. Lawan politik menyerang bukan karena program, tapi karena persepsi. Ia kalah. Tapi kekalahan itu bukan karena rakyat tidak melihat hasil kerjanya melainkan karena banyak yang memilih berdasar emosi, bukan evaluasi. Situasi politik lokal sedang tidak ramah pada orang-orang yang bekerja dalam garis lurus.

Setelah kekalahannya, banyak yang merasa puas. Tapi tidak sedikit juga yang mulai merasakan bedanya. Edi Langkara memang tidak lagi di panggung utama, tapi nama dan kinerjanya perlahan dibicarakan kembali bukan dalam nada cercaan, melainkan dalam bentuk perbandingan dan penyesalan.

Ketika Elang kalah, menurut penulis, bukan akhir dari cerita. Banyak yang mengira ia akan tenggelam dalam kekecewaan atau menjauh dari arena. Tapi ia tidak pergi. Ia tetap hadir di tengah masyarakat. Ia tetap bersuara meski tak lagi duduk di kursi bupati. Ia hadir bukan sebagai mantan, tapi sebagai figur yang masih dipercaya. Kekalahan itu tidak membuatnya patah. Ia tahu bahwa politik adalah perjalanan panjang, bukan soal satu kali menang atau kalah. Elang itu tahu kapan harus diam, dan tahu kapan harus kembali terbang.

Seribu prasangka tidak membuatnya tumbang melainkan hanya mundur beberapa langkah mungkin untuk mengambil ancang-ancang. Sebab orang-orang seperti Elang bukan tipe yang selesai dalam satu episode. Ia masih punya cara, masih punya tenaga, dan yang paling penting ia masih punya komitmen membangun dan mengabdikan diri semata-mata demi masyarakat.

Penulis pun teringat ketika elang dilekatkan pada slogan “Menjadi seorang politisi harus memiliki 1000 nyawa” memang bukan hanya sebagai simbol tetapi memang begitu orangnya, berbeda dengan haus akan kekuasaan.

Bayangkan saja, hampir setiap momen politik di halmahera tengah mulai daerah itu di pindahkan ke kota weda sampai detik ini beliau selalu tampil sebagai kontestan politik, bukan main politisi yang satu ini. Jadi tidak heran, kalau sedikit dari banyaknya politisi maluku utara yang berbeda dengan laki-laki kelahiran gemia, patani ini.

Elang itu kalah di medan politik. Tapi tidak patah sayapnya. Ia masih menatap ke depan, ke langit yang lebih luas. Ia bukan tipe pemimpin yang jatuh karena kalah suara. Ia hanya menunggu waktu yang tepat untuk kembali terbang lebih tinggi, lebih kuat, dan mungkin, lebih dipahami. (**)

Elang : Hidup Adalah Bakti !! 

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *